Ajaib Di Tempat Ini, Waktu Berhenti Berjalan
Awet muda dan tidak bisa menua, menjadi alasan petualangan legendaris di masa lalu. Namun di Nogoro, sebuah desa kecil di Jepang selatan, tidak perlu air mancur yang menghentikan penuaan.
Di desa tersebut, penduduknya tidak ada yang bertambah tua. Mereka semua masih terlihat sama sejak 52 tahun yang lalu.
Tsukimi Ayano,Wanita berusia 65 tahun itu tidak punya ramuan ajaib ataupun tongkat sihir untuk menghentikan waktu. Yang dia punya adalah kemampuan menjahit, tepatnya menjahit boneka jerami.
Ayano pertama kali menjahit boneka jerami pada usia 13 tahun. Tujuannya, menakuti burung yang kerap hinggap di taman rumahnya. Ayano membuat boneka jerami berukuran besar yang mirip dengan ayahnya.
Namun, hal yang tadinya bertujuan fungsional berubah jadi hobi. Ayano tidak bisa berhenti membuat boneka jerami. Bukan boneka biasa, Ayano membuat boneka yang mirip dengan orang-orang yang tinggal di sekitar rumahnya.
Dia kemudian menata boneka-boneka berukuran sebesar manusia tersebut di sekeliling desa, dengan pose seperti manusia tengah beraktivitas. Ada yang duduk di teras rumah, berdiri di sawah, berteduh di bawah pohon, berdiri di pinggir jalan atau duduk di halte bus.“Total, hanya ada 35 orang yang tinggal di desa ini. Tapi ada lebih dari 150 boneka jerami,” kata Ayano, dilansir Reuters.
Nagoro, dari luar memang terlihat layaknya desa-desa lain di Jepang. Namun, saat Anda memperhatikan lebih detail, desa tersebut seperti desa mati yang ditinggal penduduknya. Kebanyakan hijrah ke kota untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Di usia yang sudah 65 tahun, Ayano termasuk salah satu penduduk termuda. Bahkan sekolah di Nagoro ditutup pada 2012 silam, setelah dua muridnya lulus.
Tapi, Ayano tidak membiarkan desanya mati begitu saja. Gedung dan rumah-rumah yang ditinggalkan, dia isi dengan boneka jerami. Bahkan gedung sekolah yang kosong pun dia isi dengan murid dan guru baru, semuanya dari jerami.Menurut Ayano tidak perlu keahlian khusus dalam membuat boneka jerami. Hanya butuh tiang pancang, kain bekas serta koran untuk mengisi tubuh boneka dan tali untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Bajunya pun sederhana, hanya karung yang dipotong membentuk lengan.
Meski sederhana, karya Ayano mendapat banyak perhatian, terutama dari turis yang ingin melihat “Desa Orang-Orangan Sawah”, begitu Nagoro disebut kini.Ayano pun dengan senang hati menyambut para turis, dia akan menceritakan kisah masing-masing boneka jerami yang dia buat, sembari merapikan boneka yang mulai rusak termakan cuaca.
Di desa tersebut, penduduknya tidak ada yang bertambah tua. Mereka semua masih terlihat sama sejak 52 tahun yang lalu.
Tsukimi Ayano,Wanita berusia 65 tahun itu tidak punya ramuan ajaib ataupun tongkat sihir untuk menghentikan waktu. Yang dia punya adalah kemampuan menjahit, tepatnya menjahit boneka jerami.
Ayano pertama kali menjahit boneka jerami pada usia 13 tahun. Tujuannya, menakuti burung yang kerap hinggap di taman rumahnya. Ayano membuat boneka jerami berukuran besar yang mirip dengan ayahnya.
Namun, hal yang tadinya bertujuan fungsional berubah jadi hobi. Ayano tidak bisa berhenti membuat boneka jerami. Bukan boneka biasa, Ayano membuat boneka yang mirip dengan orang-orang yang tinggal di sekitar rumahnya.
Dia kemudian menata boneka-boneka berukuran sebesar manusia tersebut di sekeliling desa, dengan pose seperti manusia tengah beraktivitas. Ada yang duduk di teras rumah, berdiri di sawah, berteduh di bawah pohon, berdiri di pinggir jalan atau duduk di halte bus.“Total, hanya ada 35 orang yang tinggal di desa ini. Tapi ada lebih dari 150 boneka jerami,” kata Ayano, dilansir Reuters.
Nagoro, dari luar memang terlihat layaknya desa-desa lain di Jepang. Namun, saat Anda memperhatikan lebih detail, desa tersebut seperti desa mati yang ditinggal penduduknya. Kebanyakan hijrah ke kota untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Di usia yang sudah 65 tahun, Ayano termasuk salah satu penduduk termuda. Bahkan sekolah di Nagoro ditutup pada 2012 silam, setelah dua muridnya lulus.
Tapi, Ayano tidak membiarkan desanya mati begitu saja. Gedung dan rumah-rumah yang ditinggalkan, dia isi dengan boneka jerami. Bahkan gedung sekolah yang kosong pun dia isi dengan murid dan guru baru, semuanya dari jerami.Menurut Ayano tidak perlu keahlian khusus dalam membuat boneka jerami. Hanya butuh tiang pancang, kain bekas serta koran untuk mengisi tubuh boneka dan tali untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Bajunya pun sederhana, hanya karung yang dipotong membentuk lengan.
Meski sederhana, karya Ayano mendapat banyak perhatian, terutama dari turis yang ingin melihat “Desa Orang-Orangan Sawah”, begitu Nagoro disebut kini.Ayano pun dengan senang hati menyambut para turis, dia akan menceritakan kisah masing-masing boneka jerami yang dia buat, sembari merapikan boneka yang mulai rusak termakan cuaca.
Keren banget..kapan ya bisa kesana melihat langsung...
ReplyDeleteKapan ya bisa ketempat ini...supaya bisa melihat langsung,seperti nya menarik...
ReplyDelete